Wednesday, February 10, 2016

[Orific] Hancur

Aku mendecakkan lidah dengan kesal. Kedua mata sibuk berputar-putar memindai seluruh penjuru taman, tanpa hasil karena kepala rambut merah yang dicari tidak kunjung ketemu. Padahal aku sudah menunggu sejak, entahlah, tiga puluh menit yang lalu? Tempat ini berangin, aku lupa memakai jaket yang lebih tebal, dan orang yang kutunggu masih belum menunjukkan batang hidungnya. Bagus. Aku mengusap kedua pipiku sebal.

Sekali lagi aku mengeluarkan ponsel dari saku dan mengecek notifikasi. Masih belum ada pesan masuk. Saat kulihat pesan terakhir yang kukirim, juga belum ada tanda pesan telah dibaca. Desah panjang dan berat meninggalkan hidungku, sementara aku mengembalikan ponsel ke tempat semula. Tidak ada kabar, tidak ada tanda-tanda kehidupan. Memangnya ke mana cowok satu itu? Aku tahu dia bukan tipe yang mengecek notifikasinya setiap menit (Iya, beda seratus delapan puluh derajat denganku.), tapi dengan kondisi sedang ada janji ketemu, bukannya wajar kalau melihat ponsel barang sekilas?

Tiga puluh lima menit. Angin masih berembus tanpa henti, dan aku mulai merasa putus asa. Tumbuh keinginan dalam lubuk hati untuk melupakan janji ini dan pulang saja, mendekam di balik selimut sambil membaca novel. Tapi, ah, aku ingin bertemu. Jujur, aku ingin bertemu dengannya. Selama libur musim panas dia tidak di Yokohama, sementara aku terpaksa tinggal karena kerja sambilan. Aku kangen. Makanya aku buat janji bertemu begitu tahu bahwa dia sudah kembali ke kota ini.

Tapi sepertinya yang kangen hanya pihakku. Pikiran-pikiran buruk mulai bertunas. Jangan-jangan dia bohong saat bilang sudah kembali. Jangan-jangan pacarnya datang ke apartemennya duluan, jadi dia tidak bisa (atau tidak mau) pergi memenuhi janji denganku. Jangan-jangan, jangan-jangan...

Napasku memendek. Seperti ingin menangis, tapi tidak bisa. Seperti ingin berteriak, tapi tidak bisa. Pada akhirnya, yang bertahan hanyalah rasa pasrah dan putus asa ini. Perih dan pahit kutelan saat menengadah, memperhatikan awan yang bergerak berkumpul perlahan. Sepertinya akan hujan. Aku harus pulang.

Maka aku meninggalkan taman itu, dengan senyum tipis yang seperti pilu.

A/N: Hiiragi Maki, I'm sorry I put this burden on you.

No comments:

Post a Comment