Title:
Tetesan Hujan
Author:
Vianna Orchidia / Annasthacy Chashyme
Fandom: Umineko No Naku Koro Ni
Character: Ushiromiya Ange, Amakusa Juuza
Rating: K+
Genre: General
Disclaimer: Umineko is property of Ryukishi07. I do not own the series and the characters, and I do not gain any profit from this fanfiction
Fandom: Umineko No Naku Koro Ni
Character: Ushiromiya Ange, Amakusa Juuza
Rating: K+
Genre: General
Disclaimer: Umineko is property of Ryukishi07. I do not own the series and the characters, and I do not gain any profit from this fanfiction
Warning: royalty AU
syarat /sya·rat/ n
janji (sbg tuntutan atau permintaan yg harus dipenuhi)
“Aku mau menikahi orang itu, tapi
dengan satu syarat.”
Amakusa mengangkat alis, setengah
tersinggung karena tuan putri itu bicara seolah-olah orang itu
tidak berada di ruangan yang sama, setengahnya lagi penasaran karena
dia tahu tuan putri itu punya kesukaan yang unik. Dia pernah terpaksa
berdansa dengan sepuluh laki-laki di sebuah jamuan hanya karena dia
nekat menggoda Ange dan mulut besarnya mengatakan akan mengabulkan
satu permintaan sang tuan putri.
Yah,
kalau untuk berdansa satu lagu saja harus melewati syarat seperti
itu, Amakusa sama sekali tidak bisa membayangkan syarat macam apa
yang akan dia lontarkan menghadapi rencana pernikahan politis ini.
“Sebutkan saja,
Nona. Kau sudah tahu kalau aku akan melakukan apa saja yang Nona
minta~” kelakar lelaki bersurai perak tersebut. Dia menyeringai
puas melihat dengusan Ange. Sebagai orang yang pernah menjadi teman
masa kecilnya, Amakusa tahu benar bahwa sang tuan putri sedang
menahan hasrat untuk memutar bola matanya. Atau melemparkan jambangan
bunga terdekat.
Ange mengacungkan
jari telunjuknya tinggi-tinggi saat yakin semua mata tertuju pada
dirinya. “Kau harus mengalahkanku di permainan catur.”
Huh. Itu permintaan
yang sederhana. Sederhana, tapi tidak mudah. Ange adalah pemain catur
yang baik, dilatih dengan ketat oleh ibunda dan kakaknya, dan sudah
pernah mengalahkan Yang Mulia Raja Ushiromiya Kinzo dalam permainan
favorit beliau tersebut. Amakusa menyaksikan dengan mata kepalanya
sendiri momen kemenangan sang gadis, waktu itu masih dua belas tahun,
setelah hampir dua jam pertarungan sengit di atas papan catur.
Kini, enam tahun
kemudian, gadis jenius itu jelas berusaha menggunakan peluangnya di
catur untuk menggagalkan rencana pernikahan yang akan menjembatani
dua kerajaan besar ini. Meskipun demikian, Amakusa tidak bisa melihat
apakah penolakan terselubung Ange sifatnya personal ataukah atas nama
kerajaannya. Ekspresi gadis itu datar, tidak berubah, tidak
menunjukkan sedikitpun celah menuju pikirannya.
Dasar pemain catur ulung,
keluh Amakusa dalam hati.
Tapi
bukan Amakusa namanya kalau menyerah setelah digertak oleh anak
perempuan usia delapan belas tahun. Dan satu lirikan mata ke arah
Yang Mulia Raja Okonogi Tetsuro memberitahunya bahwa dia tidak
boleh kalah.
No comments:
Post a Comment