Title: Tetesan Hujan
Author: Vianna Orchidia / Annasthacy Chashyme
Fandom: Umineko no Naku Koro ni
Character: Ushiromiya Ange, Amakusa Juuza
Rating: K+
Genre: Romance, Friendship
Disclaimer: I do not own the series and the characters, and I do not gain any profit from this fanfiction
Author: Vianna Orchidia / Annasthacy Chashyme
Fandom: Umineko no Naku Koro ni
Character: Ushiromiya Ange, Amakusa Juuza
Rating: K+
Genre: Romance, Friendship
Disclaimer: I do not own the series and the characters, and I do not gain any profit from this fanfiction
Warning: AU where they live together after escaping Kasumi
Rahasia
/ ra·ha·si·a / (1 n sesuatu yg sengaja
disembunyikan supaya tidak diketahui orang lain )
Ange tidak bisa
menahan lirikan tajam yang ia arahkan pada Amakusa sementara
laki-laki itu sibuk menekan tombol-tombol ponselnya dengan kecepatan
tinggi. Sebenci apapun ia mengakuinya, Ange sedang penasaran.
Penasaran mendekati murka. Terakhir kali laki-laki itu melakukan hal
serupa, Amakusa pernah masuk rumah sakit selama dua minggu karena
luka tembak.
“Ayolah, berhenti
memelototiku seperti itu, Ojou,” cetus Amakusa pada akhirnya, tidak
tahan untuk tidak berkomentar. Ia menyeringai saat menutup ponselnya.
“Kau terlihat seperti ingin membunuhku,” ujarnya lagi setengah
tertawa.
Dengan pipi merona
dan bibir menipis, gadis berambut merah itu meledak. “Kalau aku
tidak membunuhmu sekarang, kau akan terbunuh gara-gara bisnis rahasia
apapun yang kau lakukan di ponselmu!” sergahnya. Tak pelak, ingatan
tentang hari-hari sepi selama Amakusa rawat inap menghampiri otaknya.
Dia bukannya tidak khawatir! Sebebal apapun, Amakusa adalah orang
terdekat bagi gadis belia itu. Toh mereka sudah hidup bersama selama
hampir setahun. Memang benar, mereka hidup bersama lebih karena
alasan keselamatan, tapi tetap saja.
Sementara Ange
jelas-jelas berasap dari telinga, Amakusa justru terdiam. Dengan
tangan menggaruk kepala yang tidak gatal, ia bergumam, “tunggu,
tunggu. Maksudmu yang aku masuk rumah sakit itu?”
“Memangnya ada
yang lain?” tukas Ange.
Sekali lagi Amakusa
diam seribu bahasa, jemari mulai bermain-main dengan ponsel yang
menjadi sumber amarah Ange. Ketika akhirnya ia bicara lagi, suaranya
pelan tapi masih bernada mengejek. “Hei, Ojou. Kalau kamu marah
begitu, aku akan mengira kamu peduli, lho.”
Amakusa memang
hanya menyebut kata 'peduli', tapi tatapan matanya yang lurus dan
penuh makna mengisyaratkan hal-hal lain. Seperti hal-hal antara
laki-laki dan perempuan, tentang ketergantungan, tentang
ketertarikan, dan...
Ange menyipitkan
mata.
“Oh, tutup
mulutmu.”
No comments:
Post a Comment