Tuesday, December 4, 2012

Rank

Ranking 1. Apa yang timbul dalam pikiranmu jika melihat kata tersebut? Jawaban kalian, mungkin akan berkisar pada hebat, pintar, kerja keras, bakat. Benar, kalau hanya melihat angka 1 di belakang kata 'rangking', secara otomatis itulah yang akan tebersit. Lingkungan masyarakat membentuk nilai bahwa semua yang mendapat ranking 1 berarti punya kualitas terbaik. Kebanyakan orang--scratch that, semua orang--menganggap ranking 1 adalah akhir dari perjuangan, titik tertinggi yang bisa kamu dapat.

Bagi saya, ranking 1 sama sekali tidak ada artinya. Bagi saya, 'kualitas terbaik' itu semu.



Sebagai anak sekolahan tentunya kata ranking 1 itu berkaitan dengan nilai rapor, ujian, atau semacamnya. Apalagi kalau anak kelas tiga yang sudah mau ujian nasional, pasti banyak berkutat dengan segala macam try out. TO inilah yang biasanya dijadikan patokan kemampuan siswa dalam menghadapi ujian nasional (maupun SNMPTN Tulis, untuk anak SMA seperti saya).

Sekali lagi saya tanya. Apa yang tebersit kalau ada kalimat 'selalu mendapat rangking 1, di semua TO maupun di tiap rapor semester'? Hebat, bukan?

Tahukah kalian, saya sempat hampir menangis meskipun dapat ranking 1 di rapor? Tunggu, bukan tangis bahagia. Tapi benar-benar menangis yang menyesal. Apa kalian percaya?

Ranking 1 itu semu. Apa artinya menjadi nomor 1 bila nilaimu sama sekali tidak baik? Apa artinya  menjadi yang terbaik bila kamu bahkan tidak bisa mengalahkan nilaimu sendiri di semester lalu? Saya heran, bukankah kebanyakan orang begitu mengagungkan nilai hingga menghalalkan segala cara? Tapi kenapa, kenapa langsung puas hanya dengan embel-embel ranking 1? Bagaimana jika dilihat dari nilainya sendiri? Apakah benar memuaskan?

Kadang, saya merasa tertekan. Saya merasa nilai-nilai yang saya capai di TO masih buruk, masih sangat di bawah garis kemiskinan. Orangtua saya menuntut nilai yang lebih baik (ya iyalah, mau masuk universitas mana coba, dengan nilai seburuk itu?). Saya sendiri pun, menyalahkan diri sendiri bila tidak bisa mengerjakan TO dengan baik. Tapi lingkungan sekolah maupun LBB tempat diadakannya TO tersebut memberi reaksi yang berbeda seratus delapan puluh derajat.  Mereka memuji atas perolehan saya. Mereka mengelu-elukan. Mereka bingung ketika saya melihat papan nilai dengan ekspresi susah.

Saya tahu kok, nggak sedikit teman saya yang menganggap saya ini rakus--sudah dapat ranking 1, eh masih aja mintanya lebih. Ranking 0 sekalian aja sana.

Pada akhirnya saya menutup masalah ini dari mereka. Biarpun terlihat santai, tapi sesak rasanya kalau mereka mulai memandang saya dengan tatapan nggak-salah-nih tiap kali saya menyebut bahwa nilai saya tidak memuaskan.

Perbedaan tanggapan di dua lingkungan seperti inilah yang membuat saya tertekan. Satu membuat saya merasa di atas angin, sementara satunya lagi membuat saya merasa seperti anak TK yang disuruh membaca koran. Yang satu menganggap saya sudah bisa segalanya, sementara satunya lagi menganggap saya masih kurang sekali.


Mungkin, saya bisa bicara seperti ini hanya karena saya sudah terbiasa mendapat ranking 1 (walaupun nggak pernah dapat ranking 1 di lomba lol), sehingga titel itu sama sekali tidak membuat saya silau. Jadi saya bisa melihat nilai dengan lebih objektif. Tapi tolong, pahami sudut pandang saya. Saya sudah selalu berusaha memahami sudut pandang kalian, dan tentunya akan terus berusaha untuk melakukannya dengan lebih baik lagi, jadi tolong. Tolong berhenti menganggap ranking 1 itu segalanya.

No comments:

Post a Comment