Thursday, January 17, 2013

Fortune-teller

Apa kalian percaya dengan ramalan?
Pastinya ada yang menjawab ya dan tidak.
Ada juga yang bilang bahwa ramalan itu hanya untuk senang-senang saja.
Saya termasuk yang terakhir itu. Mendengar dan melihat ramalan untuk hiburan semata.



Pertama kali saya mencoba meramal, seingat saya adalah saat SD kelas 6, setelah selesai masa-masa ujian. Waktu itu saya habis membaca novel, di mana di dalamnya ada satu tokoh sampingan yang bisa meramal.
Sebelum itu, saya masih mengira meramal itu setidaknya harus pakai tarot. Namun setelah membaca novel tersebut, saya percaya bahwa meramal bisa dengan media apapun, bahkan kartu remi.
Dan sebagai anak kecil yang memang hobi dengan hal-hal seperti itu, saya mencoba meramal sendiri.

Objek percobaan saya ya teman sekelas. Setelah selesai main kartu (iya, anak cewek, masih SD, mainannya poker. What a life.) saya pun iseng berkata, "eh, kuramal yuk."
"Tapi, aku nggak tahu apakah ini ramalan yang sifatnya 'melongok ke dalam kehidupan orang lain' atau 'melihat masa depan'."
Namanya juga anak kecil, mau-mau saja teman saya itu. Dimulai dari meramal masalah teman. Lalu masalah keluarga.
Metode persebaran kartu yang saya pakai juga seenaknya sendiri, tidak berdasarkan buku apa atau ajaran apa. Murni buatan saya sendiri. Dan dengan sok tahunya, saya 'menerjemahkan' kartu yang muncul.
Saat melakukan 'pembacaan' ini, rasanya gimana ya. Dibilang mengarang bebas, memang iya. Lha wong yang namanya kartu remi cuma ada gambar spade/clover/heart/diamond gitu. Tapi entah mengapa, mulut saya bisa bergerak dengan mudah. Seakan-akan memang ada yang dibaca dari kartu tersebut.

Yang mengejutkan, apa yang saya sebutkan (hasil mengarang bebas itu) memang sesuai dengan kondisi teman saya. Dari empat kartu yang dikeluarkan, tiga menggambarkan kondisinya selama ini. Satunya lagi, dipercaya adalah ramalan tentang masa depan.
Tentu saja teman saya dilanda euforia. Langsung saja kartu yang terakhir itu sungguh-sungguh dipercaya.
Saya sendiri, sedikit-sedikit mengakui, kalau saya bisa meramal sedikit.

Setelah itu saya sudah tidak pernah meramal lagi, sampai saya kelas dua SMP. Saya iseng menawarkan untuk meramal teman saya (habisnya waktu itu bener-bener nggak ada kerjaan sih). Dan singkatnya, ramalan saya benar lagi.
Teman-teman saya langsung semangat, minta diramal semua.
Tapi saya perhatikan, hasil ramalan saya makin lama makin melenceng. Saat membuka kartu pun, saya mulai merasa kesulitan membentuk kata.
Setelah beberapa kali percobaan dalam beberapa hari berbeda, saya menyimpulkan: hasil ramalan saya mulai kurang akurat setelah meramal orang ketiga.
Haha, daya ramal yang rendah sekali sebetulnya.

Sampai menginjak kelas tiga SMA ini pun, hanya pernah beberapa kali saya meramal teman-teman, berhubung saya tahu kemampuan saya tidak tepercaya. Hihi.
Dan pada kenyataannya, teman-teman yang pernah saya ramal saat kelas tiga (ramalan tentang masa depan pendidikan, bukan percintaan lagi, maklum ya) menganggap serius hasil ramalan tersebut. Ada yang benar-benar diingat, sampai dijadikan 'batas pengaman'.
Yaah, selama itu tidak merugikan, apa salahnya deh. Sebetulnya kita sebagai manusia kan memang harus hati-hati selalu, meskipun tetap saja hasil akhir ada di tangan Tuhan.
Saya hanya berharap, hasil ramalan itu tidak membuat mereka lupa akan hal itu. Amin.

Jadi pada intinya? Walaupun penggemar hal-hal mistis, tapi secara keseluruhan ramalan itu hanya for fun saja. Kalau pas ya syukur, kalau nggak, ya namanya juga hanya main-main.
Hehe.

Jaa, until we meet again~

No comments:

Post a Comment