Break the eggs swiftly,
Whisk the cream gently,
Bask in the warmth of flame,
Vianna desu.
Well. The thing about Rose's father really consumed my attention that I forgot about this event. A particularly happy event. It happened a day before Rose's father's death. Ironic, I know.
So, 9th of August is my Mother's birthday. I've always wanted to give her something--and I decided I'd make a cake. Googling for some recipes, took one, studied it, and well--I said to myself, "This is it! Gonna make this."
The name's "Browned-Butter Cupcakes".
Monday, August 13, 2012
Saturday, August 11, 2012
Goodbye, Thank You
Death.
So close, yet if feels so far. Only when someone dear to you is stolen by it, you understand how fleetingly and dangerously close it is. Tears being shed, regrets being said, goodbyes being waved. Those, are all you can do once death has taken action.
And, I just had an experience about death.
So close, yet if feels so far. Only when someone dear to you is stolen by it, you understand how fleetingly and dangerously close it is. Tears being shed, regrets being said, goodbyes being waved. Those, are all you can do once death has taken action.
And, I just had an experience about death.
Tuesday, August 7, 2012
[Poetry] Victory
Hello my friends,
You'll always be the champion in flash
Stay the way you are now
Because you are already the winner
Cry and strive and ring forever,
towards our victory in sight
Smile and laugh ans sing eternally,
for our victory in hands
-01082012-
A story in a whim to support my friends in deal
Friday, July 20, 2012
Thanks to Allah
Red is your heart,
Green is your sprout,
Black is your demon,
White is your God,
Vianna desu
I've always been an emotional person. Walaupun ini tidak berlaku di dunia maupun keadaan nyata. Saya bisa menangis karena membaca manga atau menonton film. Tapi saya tidak bisa (sulit sekali bisa) menangis karena masalah-masalah kehidupan saya sendiri.
Kecuali yang berhubungan dengan keluarga dan/atau akademik.
Tapi yang mau saya bahas di sini bukan masalah itu, jadi mari lupakan saja.
Saya ingin bercerita bahwa saya bahkan bisa menangis... karena mendengarkan lagu.
Tidak banyak sebetulnya lagu yang mampu membuka keran air mata saya. Biasanya memang lagu dengan lirik tragis, atau video klipnya tragis, pokoknya yang tragis deh. Apalagi yang liriknya tragis dan saya cocok-cocokkan dengan keadaan saya sendiri.
Tipe lagu lain adalah yang liriknya berhubungan dengan ibu, nasionalitas, semacam itulah. Pembakar semangat. Entah kenapa saya malah ingin menangis kalau dengan lagu semacam itu. Keharuan selalu menyesak dada ini. Namun tetap saja, saya tidak bisa menangis di depan umum. Paling-paling cuma diaaam ditahan.
Tapi, pemirsa! Rekor tercapai seminggu yang lalu. Saya benar-benar menitikkan air mata waktu di bis, perjalanan dari Jakarta ke Bandung. Oke, lupakan ide bahwa saya tersedu begitu ya. Ini cuma keluar air mata sedikit. Untungnya saya duduk dekat jendela, jadi saya langsung sembunyikan muka dengan cara menghadap keluar.
Lagu apa sih yang bisa bikin saya seperti itu?
Semua gara-gara di bis disetel lagu-lagunya Maher Zain, satu album. Thanks to Allah.
Batin saya terusik. Hati saya hangat. Karena mendengar nama Allah diserukan berkali-kali, dalam melodi yang indah. Karena mendengar kehebatan serta rasa cinta Allah dijelaskan berkali-kali, dalam kata yang indah.
I thank you, Maher Zain. And I thank Allah.
Green is your sprout,
Black is your demon,
White is your God,
Vianna desu
I've always been an emotional person. Walaupun ini tidak berlaku di dunia maupun keadaan nyata. Saya bisa menangis karena membaca manga atau menonton film. Tapi saya tidak bisa (sulit sekali bisa) menangis karena masalah-masalah kehidupan saya sendiri.
Kecuali yang berhubungan dengan keluarga dan/atau akademik.
Tapi yang mau saya bahas di sini bukan masalah itu, jadi mari lupakan saja.
Saya ingin bercerita bahwa saya bahkan bisa menangis... karena mendengarkan lagu.
Tidak banyak sebetulnya lagu yang mampu membuka keran air mata saya. Biasanya memang lagu dengan lirik tragis, atau video klipnya tragis, pokoknya yang tragis deh. Apalagi yang liriknya tragis dan saya cocok-cocokkan dengan keadaan saya sendiri.
Tipe lagu lain adalah yang liriknya berhubungan dengan ibu, nasionalitas, semacam itulah. Pembakar semangat. Entah kenapa saya malah ingin menangis kalau dengan lagu semacam itu. Keharuan selalu menyesak dada ini. Namun tetap saja, saya tidak bisa menangis di depan umum. Paling-paling cuma diaaam ditahan.
Tapi, pemirsa! Rekor tercapai seminggu yang lalu. Saya benar-benar menitikkan air mata waktu di bis, perjalanan dari Jakarta ke Bandung. Oke, lupakan ide bahwa saya tersedu begitu ya. Ini cuma keluar air mata sedikit. Untungnya saya duduk dekat jendela, jadi saya langsung sembunyikan muka dengan cara menghadap keluar.
Lagu apa sih yang bisa bikin saya seperti itu?
Semua gara-gara di bis disetel lagu-lagunya Maher Zain, satu album. Thanks to Allah.
Batin saya terusik. Hati saya hangat. Karena mendengar nama Allah diserukan berkali-kali, dalam melodi yang indah. Karena mendengar kehebatan serta rasa cinta Allah dijelaskan berkali-kali, dalam kata yang indah.
I thank you, Maher Zain. And I thank Allah.
Sunday, July 8, 2012
[Orific] Just A Wish
Summary: Mana yang lebih baik, menjadi yang kedua atau yang pertama? Seandainya bisa memilih. Seandainya bisa melepaskan diri. Realita tidak sebaik itu. / "Kita pergi yuk, Bu?" "Ke mana kita bisa bahagia..."
A/N: Saya menulis cerita ini... entahlah, setahun yang lalu, mungkin. Saat itu saya mendengarkan cerita tentang 'seseorang' yang bermasalah(?) dengan pernikahannya karena kehadiran orang ketiga. Saya hampir menangis membayangkan perasaan si istri pertama. I just couldn't help it, perasaan itu ingin, ah tidak, harus saya tuangkan dalam bentuk cerita pendek. Wrote it in a whim, so that explains the angsty aura, okay?
Warning: deathfic. Contains heavy negative feelings.
Now, please enjoy.
A/N: Saya menulis cerita ini... entahlah, setahun yang lalu, mungkin. Saat itu saya mendengarkan cerita tentang 'seseorang' yang bermasalah(?) dengan pernikahannya karena kehadiran orang ketiga. Saya hampir menangis membayangkan perasaan si istri pertama. I just couldn't help it, perasaan itu ingin, ah tidak, harus saya tuangkan dalam bentuk cerita pendek. Wrote it in a whim, so that explains the angsty aura, okay?
Warning: deathfic. Contains heavy negative feelings.
Now, please enjoy.
Subscribe to:
Posts (Atom)