Thursday, October 18, 2012

Aku Sayang Mereka

[Tulisan ini dibuat untuk diikutsertakan dalam Lomba Blog Gerakan Indonesia Berkibar "Guruku Pahlawanku" oleh Gerakan Indonesia Berkibar.]



Belakangan ini, saya sering memikirkan soal guru-guru saya. Baik yang mengajar di sekolah maupun yang saya kenal di lembaga bimbingan belajar. Saya ingat-ingat bagaimana cara mereka berinteraksi dengan saya. Satu demi satu. Mulai dari guru-guru muda yang bisa lebih santai, sampai guru-guru senior yang punya wibawa lebih. Mulai dari guru yang 'sangar', sampai guru yang dekat dengan murid-muridnya. Semua saya bandingkan.

Dan hasilnya? Saya menyimpulkan bahwa semua guru saya itu perhatian pada saya. Istilah kerennya, mereka care. Memang, ada yang tarafnya biasa, tapi ada juga yang tarafnya superlatif. Berbeda untuk tiap individu, yang punya sifat berbeda-beda pula. Ada beberapa yang rajin mengajak saya ngobrol ngalor-ngidul, ada yang selalu berbaik hati mengingatkan saya untuk menjaga pola makan, ada yang tanpa diminta mengajari saya materi-materi ekstra. Lebih banyak yang hanya sekedar senyum sih. Tapi secara keseluruhan para guru itu hapal dengan saya, dan sikapnya baik terhadap saya.

Kalau dihadapkan dengan sikap yang generally bersahabat begitu, mana bisa saya bilang kalau guru-guru saya itu menyebalkan, coba? Bagi saya, semua guru itu menyenangkan. Baik. Ramah. Enak diajak bicara. Tidak pernah marah atau menolak kalau ditanyai macam-macam atau dimintai bantuan soal pelajaran. Intinya, semua guru punya nilai positif di mata saya.


Sekarang, saya bandingkan dengan pendapat dari teman-teman saya. Banyak yang bilang, guru A nyebelin. Guru B killer. Guru C cara mengajarnya nggak enak. Macam-macam yang beredar di kalangan anak-anak. Dan rumor-rumor seperti itu santer banget. 

Masalahnya, kadang saya tidak paham, bagian mana sebenarnya yang dikomplain oleh teman-teman saya itu. Nyebelin? Ah, tidak juga, buktinya beliau itu kalau bicara sama saya enak-enak saja kok. Killer? Masa sih? Tapi kok kalau sama saya mau senyum dan menjawab pertanyaan saya baik-baik? Cara ngajar nggak enak, mungkin saya setuju, tapi saya tidak punya masalah untuk memahami pelajarannya.

Entahlah, mungkin pada dasarnya saya ini memang tipe yang positive thinking pada orang lain, makanya jalan pikirannya tidak sejalan dengan teman-teman saya. Mungkin juga saya mudah adaptasi--kalau guru A nyebelin, berarti saya harus sabar; kalau guru B killer, berarti saya jangan sampai melanggar aturan main yang sudah ditetapkan beliau; kalau guru C cara ngajarnya nggak enak, berarti saya harus bisa mengikuti ritme beliau.

Prinsip saya, seorang guru tidak mungkin menyesuaikan diri dengan sekian banyak murid dalam satu kelas, jadi masing-masing dari murid lah yang harus menyesuaikan diri dengan pribadi tiap guru.

Kedengarannya gampang, ya. Haha. Tapi justru karena itu, saya bisa dekat dengan para guru. Bukan hanya dengan yang baik dan ramah, tapi juga dengan guru-guru yang kelihatannya 'menyeramkan'.

[Walaupun jujur, tiap kali habis ngobrol atau apa dengan guru yang dikategorikan killer, saya tetap saja merasa takjub. Dalam benak saya, "oh wow, beliau bisa juga senyum begitu!"]
[Dan jujur, kadang saya juga sebal dengan beberapa guru, atau bergunjing (istilah Jawanya, ngrasani) atau yah, apapun yang lazim dilakukan seorang murid. Hehe.]

Nah, karena saya tidak 'takut' dengan mereka, saya bisa mengikuti proses belajar-mengajar dengan baik pula. Percayalah, ini ada hubungannya. Teman-teman saya, yang telanjur antipati dengan guru tertentu, jadi tidak konsen dengan pelajaran. Atau, terlalu malas untuk memperhatikan. Kalau sudah begitu, bagaimana mau dapat nilai bagus?

[Masalah nilai bagus secara ajaib dalam ulangan, biarlah saya bahas dalam kesempatan lain.]

Itu tadi untuk siswa. Sekarang, coba kita lihat yang untuk guru.

Kesimpulan dari bahasan saya di atas: kalau hubungan antara murid-guru itu baik, maka bisa mendukung proses belajar-mengajar. Inisiasi tidak terbatas untuk murid, kan? Alangkah menyenangkannya kalau para guru pun mencoba untuk lebih dekat dengan anak-anaknya.

Oke, saya akui kalau harapan semacam itu mudah di mulut saja.

Saya tahu, jadi guru itu tekanan. Tidak setiap saat anak-anak itu kooperatif. Kadang ada jam-jam mereka terlalu mengantuk untuk bisa konsentrasi. Kadang ada yang sibuk mengerjakan tugas mapel lain. Tiap hari, tiap saat, tantangannya berubah-ubah terus. Bagaimana seorang guru menghadapinya, tergantung sifat masing-masing.

Pertama-tama, tidak semua guru memang ramah atau sabar. Apalagi yang sudah senior, pasti lebih susah mau ngobrol santai dengan anak didiknya. Apalagi yang sudah mendapat predikat negatif dari murid. Wah, susah tuh.

Kedua, ada guru yang senang menjadi guru yang ditakuti. Karena saya belum pernah jadi guru (kecuali guru jadi-jadian), jadi saya hanya bisa mengira-ngira alasannya. Menurut saya sih, karena lebih mudah mengendalikan kelas kalau anak-anak takut. Mana ada yang berani ramai, kan? Tapi di balik 'kepatuhan' yang terlihat itu, sayangnya, tidak semua anak diam dan memperhatikan. Ada yang diam dan asyik dengan ponselnya sendiri.

Ironis.

Selain itu, menurut saya ada pula guru yang tidak peduli akan tanggapan muridnya. Sudah kenyang dengan yang namanya digunjingkan, sampai-sampai tidak peduli lagi. Haha. Kalau sudah begini, muridnya yang harus pintar-pintar 'cari muka' nih.

Namun, di sisi lain, siapapun pasti senang kalau diajak bicara dengan hormat, sopan, dan penuh tata krama. Pasti senang kalau muridnya menunjukkan perhatian dan perilaku positif selama dalam kelas. Demikian pula guru-guru kita ini. Mereka pun jadinya memperhatikan kita. Guru-guru mau kok melupakan topeng 'garang' kepada muridnya yang memang memperlakukan mereka dengan baik. Positif-positif lah. Prinsip dasar dalam hubungan interpersonal, bukan? [Tunggu, kayaknya ini kembali lagi ke sikap yang seharusnya diambil murid deh.]

Lalu inti dari omongan panjang lebar ini? Hanya menguraikan apa yang terjadi di lapangan. Dan hopefully, sedikit saran yang bisa membangun. Meningkatkan keakraban guru-murid sekaligus meningkatkan efektifitas KBM.

Sekian. Until we meet again~

1 comment:

  1. betul banget, hubungan guru sama murid harus harmonis, klo gurunya enggak disukai murid, pelajaran apapun yang disampaikannya akan ditanggapi dengan antipati, malah menyusahkan proses transfer ilmu jadinya, salam kenal

    ReplyDelete