Hari ini saya bicara pada pimpinan cabang LBB tempat saya les. Awalnya hanya menemani seorang teman yang malu-malu kucing pas mau konsultasi dengan beliau, tapi pada akhirnya saya ikut mengutarakan unek-unek yang beberapa hari ini mengganjal hati. Dan hal itu, terkait biaya kuliah.
Mulai tahun ini, di perguruan tinggi akan diterapkan kebijakan bertajuk Uang Kuliah Tunggal (UKT), yang mana besarnya dibedakan untuk tiap prodi dan tiap kategori kemampuan orangtua. Berhubung prodi incaran saya memang termasuk bonafide, angka yang tertera pun nggak main-main. Paling tinggi 25 juta. Per semester.
Baru kali ini saya tahu bahwa angka saja bisa bikin sesak napas. (Selain angka-angka di soal olimpiade matematika, but that's out of topic.)
Orangtua saya sudah bilang, jangan dipikirkan. Sudah, belajar saja yang rajin, lakukan yang terbaik. Dan saya paham, paham, bahwa itulah satu-satunya hal yang bisa saya lakukan sekarang. Masalah biaya, bukanlah bagian saya. Saya paham.
Tapi apalah mau dikata, otak ini kadang nakal. Yang harusnya tidak dipikir, terus melekat. Yang harusnya dipikir baik-baik, malah dilupakan. Biarpun sudah menetapkan hati untuk nggak mempermasalahkannya, tetap saja kepikiran.
Lama-lama menyesakkan. Makanya saya nekat mengatakannya pada pimpinan cabang LBB saya itu (sebut saja Mr. T), meskipun aslinya curhat bukan kebiasaan saya. Dan tahukah apa kata beliau?
"Yang namanya orangtua, mereka akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan anaknya, agar bisa melihat mereka sukses. Kalau memang butuhnya sekian, mereka akan berusaha agar dapat sekian. Kalau butuhnya lebih banyak, mereka akan berusaha agar dapat lebih banyak. Lagipula, Tuhan tahu apa kebutuhan kita. Pasti ada jalannya. Pokoknya kamu dapatkan dulu jurusan yang kamu mau, urusan itu bakal ada jalan keluarnya nanti."
Sumpah, saya merasa tertampar mendengarnya.
Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Siapa yang selama ini menyerukan hal itu? Siapa yang selama ini menyemangati temannya untuk nggak usah memikirkan masalah biaya? Siapa yang selama ini meyakinkan temannya bahwa biaya bukan rintangan dalam mengenyam pendidikan, karena ada yang namanya beasiswa?
Saya. Saya!
Begitu mudahnya menasihati orang lain. Begitu mudahnya melupakan nasihat yang sama, bila itu untuk diri sendiri!
Berkat ucapan Mr. T, saya bisa menemukan lagi kepercayaan diri yang sempat meredup. Terima kasih banyak, Mr. T. Dan untuk teman-teman, mari kita saling mengingatkan. Karena kita tidak bisa melihat wajah kita sendiri tanpa bantuan orang lain. Kita tidak bisa mengelap kotoran di muka tanpa arahan orang lain.
Dan jangan lupa: KITA PASTI BISA!
Friday, May 31, 2013
Thursday, May 30, 2013
Titik Balik
Ashita e no chikamichi ga
doushitemo mitsukerarenai?
Hitotsu zutsu, ippo zutsu,
sonna no wakatte iru keredo
Taiyou ga noboru basho e
[Why can’t I find
the shortcut to tomorrow?
Even though I understand
I have to do it
step by step, one at a time
To the place the sun rises]
[音楽 - Kalafina]
Terkadang, kita memang merasa hidup itu berjalan lamban. Hari demi hari, kita berjuang demi suatu tujuan. Para siswa belajar tak kenal lelah. Para karyawan bekerja dari pagi sampai sore. Kemarin, sekarang, besok, minggu depan--tanpa tahu kapan akan berhenti.
Capeknyaaa.
Sunday, May 26, 2013
[Poetry] Prosa Perpisahan
Masih teringat awal kehidupan SMA kita.
Rasa berdebar ketika pertama mencoba seragam
putih-abu-abu.
Juga was-was ketika menginjakkan kaki di halaman
sekolah, disambut oleh para Kadis bertampang galak.
Bahkan hingga detik ini, jika kita mengenang pengalaman selama tiga hari Masa Orientasi, tawa akan
selalu menghiasi.
“Betapa culunnya aku dulu!” atau “Mengapa dulu bisa menangis ketakutan begitu?”
Ya, memori yang menyenangkan. Membekas benar di kalbu.
MOS usai, hari-hari
sebagai murid Smariduta yang sesungguhnya pun dimulai.
Menemui guru-guru baru.
Ada yang baik, ada yang diam-diam ditakuti. Memiliki kesan masing-masing.
Berkenalan dengan
teman-teman baru. Ada yang akrab, ada yang saling memusuhi. Bahkan ada yang
menjalin kisah kasih.
Lewat setahun dan cerita kita memasuki babak baru.
Dipersatukan dalam wadah berjudul 'IPA 1', kita
mematri kenangan baru tiap harinya. Bersama. Sekelas.
Kita sempat terpecah sekali, dan cukuplah sekali, karena kita tak ingin
melepaskan lagi.
Sekarang ini, bila diingat-ingat lagi,
Tiga tahun belakangan penuh dengan keajaiban tiap
harinya.
Dan hal itu terwujud hanya dan hanya karena
orangtua kita mendaftarkan kita di Smariduta,
Dan mendukung semua kegiatan kita, menaungi saat kita payah.
Karena itu, terima kasih. Bapak-ibu,
Papa-Mama, Ayah-Bunda, Abi-Umi.
Terima kasih selalu.
I love you.
Lalu, kita semua setuju. Setahun duduk di kelas
XII adalah yang paling berarti, paling segar di hati.
Suasana di kelas serta karakteristik tiap guru
saat mengajar, seakan kemarin masih terjadi.
Kalimat "In the name of
God loh ya," saat jam Bahasa Inggris membuat kita menarik napas.
"Ojo dipiye lek durung
diopo," mengingatkan kita atas pentingnya masalah kecil, seperti
halnya soal Kimia.
Sindiran tajam saat jam Matematika yang mengatasnamakan "anak
IPA cap Smariduta", menyadarkan betapa besar tanggung jawab yang kita
emban.
Gebrakan di meja, penggugah semangat manakala kantuk menyerang di
jam Fisika.
Seruan "Merdeka!" serta lagu-lagu nasional sebagai pembuka
pelajaran PKn.
Sampai pantun-pantun penyegar di akhir jam pelajaran Bahasa Jerman.
Manalah cukup disebutkan semua—rasa syukur dan terima kasih ini.
Setahun bersama engkau, wahai para pendidik yang mulia, telah
memberi dorongan besar.
Terima kasih. Terima kasih.
Namun bukan berarti perjuangan berhenti di sini!
Kita masih jauh dari tujuan, Kawan, masih terlalu pagi untuk
bersantai.
Walau nantinya kita tidak lagi bersama-sama, tidak lagi sekelas,
setidaknya sekarang—
Kita panjatkan doa bersama, untuk kita.
Semoga perjalanan kita diberi kelancaran dan kemudahan oleh Tuhan.
Semoga pelajaran yang kita peroleh selama tiga tahun di Smariduta
bisa bermanfaat kelak.
Semoga diberkati semua guru kita yang telah berjasa ini.
Semoga dilindungi orangtua serta keluarga kita.
Amin.
A/N: Ini adalah puisi-slash-prosa yang saya buat demi penampilan kelas saya di acara wisuda kemarin. Dibuat dalam waktu semalam, dan dibeta oleh teman sesama penulis tercinta, Dinda Fujisawa.
Saturday, May 4, 2013
Grow A Day Older (Indonesian version)
Grow A Day
Older
taken from Rectoverso
(c) Dee
this Indonesian version
is translated by Vianna Orchidia
not profesionally
translated, not proofread, possible mistakes here and there
please enjoy
Wednesday, May 1, 2013
Back to Heaven's Light (Indonesian version)
Back to
Heaven's Light
taken from Rectoverso
(c) Dee
this Indonesian version is translated by Vianna Orchidia
not profesionally translated, not proofread, possible mistakes here and there
please enjoy
Subscribe to:
Posts (Atom)