Thursday, May 30, 2013

Titik Balik

Ashita e no chikamichi ga
doushitemo mitsukerarenai?
Hitotsu zutsu, ippo zutsu,
sonna no wakatte iru keredo
Taiyou ga noboru basho e
 [Why can’t I find
the shortcut to tomorrow?
Even though I understand
I have to do it
step by step, one at a time
To the place the sun rises]

[音楽 - Kalafina]

Terkadang, kita memang merasa hidup itu berjalan lamban. Hari demi hari, kita berjuang demi suatu tujuan. Para siswa belajar tak kenal lelah. Para karyawan bekerja dari pagi sampai sore. Kemarin, sekarang, besok, minggu depan--tanpa tahu kapan akan berhenti.

Capeknyaaa.


Pasti ada saat kita merasa usaha yang kita lakukan selama ini seakan-akan nggak ada artinya. Buat apa sih belajar mati-matian kalau akhirnya aku nggak lulus tes? Buat apa bekerja siang-malam kalau akhirnya pejabat-pejabat di luar sana yang lebih kaya dan bisa leha-leha?

Pasti ada deh, saat di mana kita ingin melompati waktu. Ingin mencari jalan pintas, jalan yang pendek dan cepat membuahkan hasil. Apalagi dengan gaya hidup manusia saat ini yang mengutamakan instanitas, maunya yang cepeeet terus. Memang sih, lebih cepat lebih baik, tapi kadang ada di mana progress jauh lebih utama daripada hasil. 

Dan salah satunya, adalah hidup.

Nggak percaya? Lha gimana nggak--kalau dipikir-pikir, hidup ini apa coba kalau bukan soal proses? Proses dari adek bayi yang unyu-unyu ngegemesin, tumbuh jadi anak ingusan yang belum hapal perkalian, dan tumbuuuh terus sampai jadi orang dewasa. Dan hasil akhir dari hidup? Ya mati. Goodbye, sayonara, adios. Nggak peduli itu mati dalam kondisi baik atau sakit atau mengenaskan, pokoknya life's over.

Nah, kalau sudah begini, siapa di sini yang masih mau mengutamakan hasil tanpa melihat proses? Lagian, kalau prosesnya bagus, niscaya hasilnya pasti bagus. Yaah, walaupun mungkin hasilnya dalam jangka panjaaaaaang yang belum kelihatan saat ini.

Tapi lagi-lagi, bahkan setelah mengerti dan meresapi serta mengukir pentingnya proses yang baik dan benar di dalam hati, masih ada titik-titik jenuh pada hidup ini. Titik kulminasi rasa capek kita. Muncullah perasaan ingin cepat selesai, ingin cepat melihat hasil itu tadi. Ini wajar, jangan khawatir. Mesin yang nggak pakai emosi kalau bekerja saja bisa aus dan rusak, apalagi manusia? 

Tapi ajaibnya kita, nggak peduli seberapa sering kita rusak, selalu bisa disembuhkan. Ada yang butuh uang banyak untuk perawatan atau liburan ke tempat-tempat aduhai, tapi ada juga cara-cara yang mudah. Secangkir teh hangat dan alunan musik, misalnya, sering saya pilih sebagai cara melepas jenuh. Yang lebih suka tidur sepulas-pulasnya juga monggo--sayangnya cara ini kurang cocok buat saya, karena tiap kali tidur selalu ada mimpi aneh-aneh yang menghampiri. Bikin tidur nggak damai. Padahal aslinya saya suka tidur.

Lho kok jadi curcol. Hehe.

Anyway, yang namanya titik jenuh itu nggak bisa dihindari. Cukup dihadapi dan diajak kompromi. Seperti grafik kuadrat ataupun pangkat tiga, setelah titik maksimal maka grafik akan turun. Pada saat itu, kita tinggal mengingat lagi pentingnya proses. Dan kita bisa berjalan maju lagi, satu demi satu, langkah demi langkah. Menuju impian.

No comments:

Post a Comment