Theme: Cinta Pertama
Word count: 324
Dia mencoba untuk menggapai sinar itu.
Sinar yang kontras dengan kegelapan tempatnya bersemayam. Sinar yang
membentuk jalan lurus, menuju sebuah pintu yang sangat aneh karena
tidak melekat di dinding, melainkan pada gelap.
Dia berusaha keras, mengulurkan tangan jauh-jauh, menggerakkan kaki
dengan susah-payah—
—lalu
pintu itu terbuka.
Kali
ini, tidak ada kegelapan dan sinar. Di depan matanya, yang ada adalah
dunia nyata. Segalanya terdiri atas bentuk-bentuk yang kompleks,
gradasi warna-warni, serta seraut wajah yang rasanya sangat dia
kenali.
'Sora...?'
bisiknya dalam hati, karena bibirnya kaku, tidak mampu bergerak
barang sedikit pun. Namun pertanyaan itu tertuang dalam tatap
matanya. Mengalir begitu saja seiring tetes air asin menuruni sisi
wajahnya. Dan Sora—selalu Sora yang dulu, selalu paham dan mengerti
segalanya tentang dia—tersenyum. Meraih tangan kanannya.
“Ini
aku, Maaya. Ini Sora.”
'Sora...
Aku kembali?'
“Selamat
datang kembali, Maaya,” bisik Sora lembut padanya, sebagai jawaban
atas tanya yang tak bersuara.
Maaya
menggerakkan kepalanya sedikit—sebagai usaha untuk mengangguk.
Gadis dengan rambut pirang stroberi itu menutup kelopak matanya
sekali lagi. Dia mendengarkan detak jantungnya sendiri, sedikit lebih
cepat dari tempo yang biasa, tapi tetap musik terindah baginya.
Karena ini bukti bahwa dia masih hidup. Karena ini bukti bahwa
hatinya masih bergetar demi sesosok lelaki bernama Sora itu.
“Maaya...
syukurlah.”
Keheranan,
Maaya segera membuka mata untuk menangkap senyum Sora—sedih,
bahagia, lega, bimbang—berpusar dalam satu garis bibir, membuat
Maaya tertegun.
“Akhirnya
kamu bangun...”
'Ya.
Akhirnya aku pulang. Demi kamu, Sora. Demi cintaku.'
“Selama
beberapa hari ini, aku tidak tahu harus bagaimana. Saat kamu koma,
membuatku sadar...”
'Sadar
akan apa, Sora?'
“Aku
mencintaimu. Maaf, baru sekarang aku sadar, karena ini yang pertama
bagiku. Terlalu canggung, aneh, aku tidak paham sebelumnya. Tapi...
Maaya, aku mencintaimu.” Sora mengecup punggung tangan Maaya,
gestur yang asing bagi keduanya, karena ini memang yang pertama.
Gadis
itu tersenyum kecil. Kali ini, bibirnya bergerak-gerak, lidahnya
bergetar, tenggorokannya berdenyut—demi satu kalimat yang bahkan
tidak koheren.
“So...ra...
Cinta... per...tama...ku...”
'Aku
kembali, demi cinta pertamaku, Sora.'
-FIN-
No comments:
Post a Comment