Friday, November 23, 2012

[Orific] Fantasy Alright

Vianna Orchidia (c) 2012
Fantasy Alright
Aku bernyanyi-nyanyi kecil sembari menyusuri jalan setapak yang ada di taman. Siang ini, tumben tidak tampak seorang pun berada di sini; padahal biasanya, entah pada jam berapa saja, pasti ada beberapa orang duduk-duduk di bangku yang tersebar di taman. Kurasa ini keberuntunganku. Aku bisa bebas melakukan apapun yang aku mau, tanpa harus menjaga image.

Senyumku melebar, kubentangkan tangan lebar-lebar. Cuaca saat ini cerah, matahari bersinar terang, tapi tidak menyengat karena awan-awan masih melindungi. Belum lagi angin sepoi-sepoi yang menyejukkan ini. Benar-benar hari yang sempurna. Aku sangat ingin menari di bawah langit yang bersahabat ini.

Berhubung tidak ada yang orang di sini, dengan santai aku mulai berputar-putar. Hangatnya mentari di kulit kujadikan sumber energi untuk terus menari, melompat-lompat kecil, dan bersenandung mengiringi langkah. Sungguh. Nyaman sekali bisa melakukan ini.

“Kamu semangat banget,” komentar seseorang dari balik punggungku. Suara laki-laki, yang sudah sangat kukenal. Tanpa menghentikan tarianku, aku berbalik menatapnya.

“Mataharinya hangat,” jawabku, sambil tersenyum manis.

Laki-laki itu ikut tersenyum, geli. Rambutnya yang sudah mulai panjang bergerak-gerak mengikuti anggukan kepalanya. “Benar. Hangat.”

Aku melemparkan satu cengiran lebar sebelum mulai melompat-lompat lagi. Kali ini aku menaiki undakan pembatas pinggir jalan setapak ini, meniti langkah hari-hati di deretan bata yang sempit itu. Aku merentangkan tangan untuk menjaga kesimbangan. Bukannya aku tidak pernah melakukannya; justru aku suka sekali berjalan di pinggiran seperti ini. Rasanya ada suatu kepuasan tersendiri untuk berdiri di tempat yang sedikit lebih tinggi. Dan adrenalin di darah yang sedikit meningkat dalam tiap langkah awas, kusambut dengan senang hati.

Ketika lagu yang kusenandungkan berakhir, langkahku pun terhenti, masih di atas pembatas jalan. Aku berbalik, kembali menatap lelaki itu. “Kenapa?” tanyaku. Dapat kurasakan sejak tadi matanya melekat pada segala tingkah ajaibku.

“Nggak apa-apa,” ucapnya singkat. “Lanjutin aja. Aku ikutin kamu.”

Tawaku meledak. “Ngejek, nih...”

Lelaki itu menggaruk kepalanya. “Nggak, nggak. Bukan ngejek. Beneran.”

Aku menutup mulut untuk menahan tawa, sementara melangkah turun dari tempatku bertengger. “Aku merasa diejek lho,” gerutuku, untuk menambah kebingungannya.

Namun sayang, usahaku menggodanya tidak berhasil. Dia malah menggelengkan kepala dan berjalan mendekatiku dengan tenang. Cih, saling meledek seperti ini sudah terlalu sering terjadi, dia pun sudah tidak mempan dengannya. Setelah berada di sampingku, dia menjitak sisi kepalaku pelan—cukup pelan hingga tidak terasa sakit sama sekali.

“Ayo,” ajaknya singkat. Aku mengangguk, dan bersama dengannya melanjutkan acara jalan-jalan hari ini. Aku masih dengan lompatan dan tarian kecil, dia masih dengan tatapannya yang tak pernah lepas dariku.

Matahari masih bersinar, hangat di hati kami.

-FIN-
A/N:
Argh this is just overly cuuuute! Excessive sweetness! /shot
Ini ditulis berdasarkan mimpi. Cuma satu scene mimpi sih (cuma bagian itu yang saya ingat). Oh and that scene just demanded me to write it down, down, down! >w<

No comments:

Post a Comment