Saturday, November 10, 2012

[Orific] Sang Pahlawan

For [#FF2in1] sesi 10 November 2012 (1)
Theme song: Hymne Guru

Senyumnya menawan. Begitu lepas, riang, sama sekali tidak tampak terbebani.

Di tengah-tengah siswa sekolah dasar yang tubuhnya ceking-ceking itu, Pak Guru jadi satu-satunya yang beda. Kulitnya paling putih. Posturnya tegap walau tidak seperti atlet apalagi binaragawan. Bagian wajahnya juga kelihatan jauh lebih berisi daripada anak-anak malang itu, yang hanya bisa makan sehari sekali.

Di tengah-tengah muridnya, cinta kasih mengalir deras. Baik dari beliau, maupun sebaliknya. Arus dua arah. Pernah, kulihat seorang anak yang belum becus mengeja menggambar sesuatu untuk Pak Guru. Itu gambar paling kasar yang kutahu, digoreskan menggunakan krayon pinjaman dengan sedemikian rupa, hingga membentuk sebentuk wajah. Matanya ramah dan giginya berderet--wajah Pak Guru.

Gambar itu sekarang dibingkai dan disayang-sayang oleh Pak Guru.

Pernah juga, Pak Guru kedatangan tamu di sekolah. Orangnya tinggi, rambutnya rapi, bajunya berkilau. Anak-anak berebutan menyalaminya, sekedar untuk mencium harum minyak wangi yang segar, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan bau keringat yang menempel di seragam mereka. Orang itu lalu bicara lama dengan Pak Guru di ruang guru. Konon dia alumni. Mantan murid. Katanya sekarang dia jadi manajer di perusahaan besar. Kaya. Sukses.

Tapi sama sekali tidak melupakan jasa pendidiknya dulu.

"Berkat Pak Guru," begitu yang mereka dengar. Dan anak-anak berseragam putih-merah itu, bersorak-sorai. Mengelu-elukan Pak Guru, seolah ialah pak presiden yang tempo hari lewat di jalan besar di kota sebelah sana. Semuanya setuju, bahkan tanpa dirunding, bahwa mereka bisa mengecap pendidikan seadanya ini karena Pak Guru.

Setelah pria itu pergi dengan janji memperbaiki gedung sekolah dan memberi tunjangan serta beasiswa pada Pak Guru juga murid-muridnya, sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa pun berjalan pulang ke rumah. Di mana aku sudah menunggu beliau, dengan dua cangkir teh hangat kesukaan kami. Ketika Pak Guru tersenyum lebar, sumringah karena mendapat jaminan pendidikan yang lebih layak di desa ini, aku memeluknya.

"Kami nggak akan lupa, Pak. Makasih banyak."

No comments:

Post a Comment